Minggu, 12 Oktober 2014

Maleo Senkawor KHAS( SULAWESI Tengah-INDONESIA.)

Bismillah.
Sebenarnya artikel ini terinsperasi dari tugas sekolah dengan tujuan untuk mengenali organisme khas daerah karena menarik sayapun mencoba untuk memposting di blog dan semoga bermanfaat . 



Maleo Senkawor atau burung maleo, yang dalam nama ilmiahnya Macrocephalon.  Maleo adalah sejenis burung “gosong” berukuran sedang, dengan panjang sekitar 55cm, dan merupakan satu-satunya burung di dalam genus tunggal Macrocephalon. Yang unik dari maleo adalah, saat baru menetas anak burung maleo sudah bisa terbang.  Ukuran telur burung maleo, beratnya 240 gram hingga 270 gram per butirnya, dan memiliki ukuran rata-rata 11 cm, perbandingannya sekitar 5 hingga 8 kali lipat dari ukuran telur ayam. Burung maleo merupakan satwa endemik Indonesia, khususnya pulau Sulawesi. Di Sulawesi tengah, populasi satwa ini kian hari kian terancam.

Dalam konferensi internasional mengenai maleo di Tomohon, Sulawesi Utara, pada tahun 2010 silam, sejumlah ahli satwa menyatakan, perlindungan terhadap maleo adalah hal mendesak mengingat maraknya perburuan maleo oleh masyarakat. Untuk wilayah Sulawesi tengah populasi burung maleo mendiami kawasan hutan lindung Taman Nasional Nani Wartabone yang terletak di wilayah perbatasan dengan provinsi Gorontalo.

Populasi maleo turun drastis dalam beberapa dekade terakhir dari sekitar 25.000 menjadi kurang dari 14.000 ekor (data tahun 2010). Aktivitas pengumpulan telur adalah penyebab utamanya dan ini mengakibatkan menghilangnya maleo dari sejumlah tempat di Sulawesi. Sekarang, maleo dikategorikan “terancam punah” (endangered). Perilaku masyarakat lokal yang mengumpulkan telur untuk dikonsumsi, diperdagangkan, dan dijadikan cendera mata lebih memperparah situasi.
Ancaman kepunahan maleo sebenarnya sudah didengungkan pertama kali sejak tahun 1949. Hal itu dilanjutkan dan dipertegas dalam program konservasi maleo pada tahu 1978 di Panua (Gorontalo), di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (Sulawesi Utara) tahun 1985, dan kemudian di Taman Nasional Lore Lindu (Sulawesi Tengah) pada 1990.
Masihkah kita mencintai burung maleo?
Burung lucu dengan “helm pengaman” di bagian kepalanya, membuat burung maleo ini terlihat seperti prajurit tidak akan kita dapati lagi di masa mendatang jika kita tidak berhenti memburu telur-telurnya. Anak cucu kita hanya akan mendengar cerita dan melihat foto-foto dari satwa endemik Sulawesi itu. Jika burung maleo punah pada masa generasi kita saat ini, betapa malunya kita kepada anak cucu kita, kecuali Anda sudah tidak punya lagi rasa malu.
Mari bersama kita bergandengan tangan untuk menjaga kelestarian burung maleo di tanahSulawesi Utara, salah satu cara sederhana adalah dengan kita bersuara melalui media, dan salah satunya mungkin melalui laman seputarsulut.com ini. Tapi akan lebih baik jika kita, Anda dan saya untuk berani bertindak, dengan cara kita tidak membeli telur dari burung maleo, tidak membeli cendera mata yang terbuat dari telur burung maleo, serta tidak merusak hutan habitat dari burung maleo.

0 komentar:

Posting Komentar

Blog Archive