Bismillah.Sebenarnya artikel ini terinsperasi dari tugas sekolah dengan tujuan untuk mengenali organisme khas daerah karena menarik sayapun mencoba untuk memposting di blog dan semoga bermanfaat.
Kuskus beruang
sulawesi ( Ailurops ursinus ) merupakan
salah satu jenis hewan endemik pulau sulawesi yang dilindungi oleh peraturan
pemerintah no 7 tahun 1999. Hewan yang masuk dalam daftar merah spesies
terancam IUCN 2008 ini adalah anggota dari genus Ailurops. Kuskus Beruang adalah hewan marsupia dan dari keluarga Phalangeridae. Bentuk tubuhnya
yang besar seperti kucing bahkan bisa lebih ukurannya. Kuskus beruang ini
ukurannya sangat besar dibandingkan dengan para kerabatnya di keluarga
phalangeridae, oleh sebab itu mamalia ini di sebut dengan kuskus beruang karena
bentuk tubuhnya seperti beruang.Kuskus beruang memiliki ukuran tubuh yang besar
jika dibandingkan dengan jenis kuskus pada umumnya. Bentuk tubuhnya yang besar
membuat mamalia satu ini menjadi mamalia terbesar di tajuk atas hutan setelah
monyet yang ada disana. Panjang badan dan kepala adalah 56 cm, panjang ekornya
54 cm dan beratnya dapat mencapai 8 kg, Warna tubuh jantan dan betina tidak ada
perbedaan. Panjang ekor hampir sama panjang dengan panjang tubuh, bagian ekor
ditumbuhi rambut dari pangkal sampai lebih dari setengah panjang total ekor,
sisa ujung ekor yang tidak ditumbuhi rambut berwarana hitam, ujung ekor
ini sangat kuat dan dapat digunakan untuk bergelantungan atau melilit batang
dahan pohon saat mencari makan (prehensil) dan dapat digunakan sebagai alat
untuk menggantung yang menahan seluruh beban tubuh saat dengan posisi kepala di
bawah saat mencari makan di pohon.
Daun telinga pendek, hampir tidak terlihat karena tersembunyi
dibawah rambut-rambut kepala, bagian luar dan dalam telinga berambut. Warna
dasar tubuh bagian atas adalah hitam pucat dengan rambut bagian punggung
berwarna coklat kehitaman, beberapa rambut bagian tubuh lain berwarna kuning
kecoklatan atau lebih pucat.
Klasifikasi kuskus beruang menurut Temminck (1824) dalam
Flannery et al. (1987) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Sub Phylum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Marsupialia
Famili : Phalangeridae
Sub Famili : Ailuropinae
Genus : Ailurops
Spesies : Ailurops ursinus (Temminck, 1824).
Kuskus beruang merupakan binatang yang pendiam, hampir-hampir
tidak bersuara kecuali kalau terganggu. Butuh pengamatan yang jeli untuk dapat
melihat keberadaan kuskus beruang walaupun satwa ini relatif pendiam dan jarang
bersuara. Sekali menemukan satwa ini maka pengamat akan dapat melakukan
pengamatan dengan puas karena satwa ini bergerak sangat lamban. Mamalia
berkantung ini membentuk kelompok kecil yang hanya terdiri dari induk dan
bayinya, kecuali pada musim kawin, kuskus betina dan kuskus beruang jantan
biasanya memisahkan diri dari kelompoknya atau hidup soliter. Ekor prehensilnya
dan tangan serta kakinya digunakan untuk bergerak dari satu pohon ke pohon
lainnya meskipun pergerakannya sangat lambat. Kuskus beruang aktif pada siang
hari (diurnal). Sebagian besar aktivitas hariannya banyak digunakan untuk
beristirahat dan tidur, sedikit waktunya digunakan untuk makan dan mengutu
(grooming), waktunya untuk berinteraksi juga sangat sedikit, kegiatan tersebut
dilakukan sepanjang siang dan malam. Waktu istirahatnya yang banyak digunakan
untuk mencerna selulosa dari dedaunan sebagai sumber makanannya yang mengandung
sedikit nutrisi. Kuskus yang dalam bahasa Inggris disebut sebagai Bear Cuscus,
Bear Phalanger, atau Sulawesi Bear Cuscus ini terdapat di pulau Sulawesi, pulau
Butung, pulau Peleng, pulau Togian, Indonesia. Kuskus beruang betina dewasa
dapat melahirkan satu-sampai dua kali dalam setahun. Kuskus beruang termasuk
hewan berkantung (marsupial). Anak kuskus beruang lahir dalam keadaan sangat
kecil dan akan langsung menuju kantung induknya untuk dibesarkan selama sekitar
8 bulan, setelah itu akan keluar dari kantong dan hidup bersama induknya sampai
siap untuk mandiri.
Pengamat bisa melakukan pengamatan ditempat sumber pakan kuskus
beruang. Untuk memperbesar peluang pertemuan dengan kuskus beruang sediakan
makanan favorit mereka. Makanananya terdiri dari daun dan buah, misalnya daun
kayu kambing ( Garuga floribunda ), Pohon mindi ( Melia azedarach ), kenanga (
Cananga ordorata ) dan buah rao (Drancotomelon dao dan D. Mangiferum). Daun
muda lebih disukai karna lebih mudah dicerna dan mengandung lebih sedikit
tanin, tetapi sesekali daun yang lebih tua juga dimakan untuk memenuhi
kebutuhan protein. Kadang-kadang bunga dan buah mentah juga dimakan untuk
memenuhi kebutuhan protein.
Saat ini populasi kuskus beruang terus menurun dan terancam
punah, karena terjadinya perburuan dan perdagangan liar. Di samping itu
sebagian hutan yang merupakan habitat aslinya telah mengalami kerusakan akibat
pembukaan hutan untuk areal pertanian dan pemukiman penduduk. Di asalnya
sendiri kuskus beruang sering menjadi hewan buruan petani dikarenakan hewan
yang sering dipanggil “Kuse” ini sering memakan daun-daun muda yang ditanami
oleh petani. Hewan yang hobinya tidur ini oleh pemerintah sudah dimasukan dalam
daftar hewan dilindungi dalam peraturan pemerintah no.7 tahun 1999, tetapi
sampai saat ini pun pemerintah belum mampu menghentikan perdagangan satwa liar
ilegal.
Meskipun masih bisa ditemui di beberapa tempat
seperti di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung dan di kawasan pegunungan
Lompo Battang (Sulawesi Selatan), populasi Kuskus Beruang Sulawesi (Ailurops ursinus)
diyakini mengalami penurunan drastis. Oleh karenanya IUCN Red List memasukkan Kuskus Beruang Sulawesi (Ailurops ursinus)
dalam kategori Vulnerable.Berdasarkan fakta-fakta tersebut, maka usaha
pelestarian dan perlindungan satwa khususnya kuskus sangat penting untuk segera
dilakukan. Salah satu usaha mendukung pelestarian satwa liar adalah dengan
menangkarkannya, karena melalui penangkaran dapat dipelajari dan diperoleh
banyak informasi ilmiah guna menunjang konservasi baik in situ maupun ex situ.
Sampai saat ini pelestarian kuskus beruang di
sulawesi masih sangat terbatas, populasinya sangat menurun dari tahun ke tahun
menurut informasi dari salah satu pegawai di Taman Nasional Bantimurung
Bulusaraung. Sudah seharusnya menjadi tugas kita untuk melestarikan hewan
endemik ini agar nantinya ditahun-tahun mendatang tidak akan terjadinya
kepunahan pada hewan yang masuk dalam keluarga Phalangeridaeini. (Triambogo, peserta Ekspedisi NKRI 2013 dari Fakultas
Biologi Unsoed)
wow bogi,,hebat
BalasHapus