Selasa, 30 September 2014

Seputar Burung Serindit. khas-Daera(RIAU' Indonesia.)

Bismillah.
Sebenarnya artikel ini terinsperasi dari tugas sekolah dengan tujuan untuk mengenali organisme khas daerah karena menarik sayapun mencoba untuk memposting di blog dan semoga bermanfaat . 



Serindit (Bahasa Latin : Loriculus, Eng:Hanging Parrot) adalah burung-burung dalam genus burung paruh-bengkok Loriculus. Burung-burung ini berukuran kecil dan tersebar di hutan tropis di Asia Tenggara.
Burung ini kerap dicari untuk memaster burung seperti Anis Merah, Muray Batu , Cendet bahkan Lovebird

Merawat burung yang satu ini tidak terlalu sulit. Untuk makanannya cukup diberikan jenis makanan sayuran hijau, buah-buahan, Nasi putih dan juga serangga. Biasanya untuk buah lebih banyak diberikan buah pisang serta air minumnya diberikan gula atau bisa juga madu. Untuk buah seperti pisang sebenarnya dapat diganti dengan makanan bayi semisal SUN. Karena dalam makanan tersebut mengandung gizi yang cukup untuk kebutuhan makan burung serindit ini. Cara tidurnya burung serindit ini pun cukup unik yaitu kepalanya menggantung ke bawah. Cara berjalan burung ini mirip dengan burung paruh bengkok lainnya yaitu merambat. Ketika berbunyi suaranya terkadang terdengan keras mengalun. Sehingga banyak penghobi kicauan yang menyukai burung ini, Dencing suara serindit jika bisa masuk ke suara murai batu, tentu akan menjadikan suara si murai jadi dahsyat. Sebab, dencing suara serindit yang dibawakan murai batu tentu akan beberapa kali lebih keras ketimbang dibawakan oleh srindit sendiri.

Perkembangbiakan

Musim berkembangbiak antara bulan Januari dan Juli. Sarangnya di lubang pohon yang hidup atau yang sudah mati. Sarangnya terletak sekitar 12 m dari atas tanah. Diameter lubang sarang berukuran kira-kira 8 cm. Kedalaman sarangnya sekitar 45 cm dengan lebar 30 cm. Alas sarang terdiri dari daundaun. Betina membawa bahan untuk sarang dengan cara diselipkan pada bulubulu tunggingnya. Jumlah telurnya rata-rata 3 butir. Telur tersebut menetas setelah dierami selama 3 – 4 minggu.
- See more at: http://www.agrobur.com/2011/12/seputar-burung-serindit.html#sthash.uGEjSVh6.dpuf



BURUNG KUAU RAJA SI RAKSASA SERATUS MATA.khas-DAERAH(sumatera barat.-INDONESIA).

Bismillah.
Sebenarnya artikel ini terinsperasi dari tugas sekolah dengan tujuan untuk mengenali organisme khas daerah karena menarik sayapun mencoba untuk memposting di blog dan semoga bermanfaat . 






Burung Kuau Raja atau Kuau Besar Si Raksasa dengan Seratus Mata. Lho?. Burung kuau raja selain berukuran sangat besar pun memiliki bulu bermotif bundaran-bundaran menyerupai mata berwarna cerah dan berbintik-bintik keabu-abuan, apalagi ketika bulu ekornya dikembangkan. Karena itulah Carolus Linnaeus kemudian memberikan nama ilmiah Argusianus argus kepada burung kuau raja. Argus sendiri merupakan sosok raksasa bermata seratus dalam mitologi Yunani.
Burung kuau besar (kuau raja) ditetapkan menjadi fauna identitas provinsi Sumatera Barat mendampingi pohon Andalas (Morus macroura) yang ditetapkan sebagai flora identitas. Sayangnya burung berukuran besar dan berbulu indah ini termasuk salah satu burung langka di Indonesia meskipun IUCN Redlist ‘hanya’ memasukkannya dalam kategori Near Threatened.
Burung kuau raja atau kuau besar yang mempunyai nama latin Argusianus argus ini dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Great Argus. Sedangkan dalam bahasa lokal, burung yang di Indonesia mendiami pulau Sumatera dan Kalimantan ini selain dikenal sebagai kuau juga kerap dipanggil ‘kuang’.
Diskripsi Fisik dan Perilaku. Burung kuau raja (Argusianus argus) berukuran besar. Burung jantan dewasa dapat mempunyai panjang hingga 2 meter (kepala sampai ekor), sedangkan burung kuau besar betina hanya sekitar 75-an cm dengan ekor dan bulu sayap lebih pendek. Berat badannya mampu mencapai 10 kg lebih. Selain bulatan-bulan menyerupai mata pada bulunya, ciri khas lainnya burung ini adalah terdapatnya dua helai bulu ekor yang panjangnya hingga 1 meter.



Bulu tubuh kuau raja berwarna dasar kecoklatan dengan bundaran-bundaran berwarna cerah serta berbintik-bintik keabu-abuan. Kulit di sekitar kepala dan leher pada burung jantan biasanya tidak ditumbuhi bulu dan berwarna kebiruan. Pada bagian belakang kepala burung betina terdapat bulu jambul yang lembut. Paruh berwarna kuning pucat dan sekitar lobang hidung berwarna kehitaman. Iris mata berwarna merah. Warna kaki kemerahan dan tidak mempunyai taji.
Suara burung kuau raja sangat keras sehingga dapat terdengar dari jarak lebih dari satu mil. Kicauan burung ini berbunyi “ku-wau”. Mungkin lantaran itu kemudian burung ini mendapatkan nama ‘kuau’.
Kuau raja hidup di permukaan tanah. Walaupun burung maskot Sumatera Barat mini bisa terbang jarak pendek, namun kemampuan mereka untuk berlari sangat baik. Selain itu, burung kuau raja memiliki penciuman dan pendengaran yang sangat tajam ini menjadikannya sukar ditangkap. Membuat sarang di permukaan tanah. Dan makanannya terdiri dari buah-buahan yang jatuh, biji-bijian, siput, semut dan berbagai jenis serangga.
Salah satu yang unik adalah saat menjelang kawin. Seperti burung merak, Kuau jantan akan memamerkan tarian di depan kuau betina dengan mengembangkan bulu sayap dan ekor. Bulu ekor akan mengembang seperti kipas dengan dua bulu ekor terpanjang tegak menjulang di tengah-tengah ‘kipas raksasa’ tersebut. Perlahan-lahan ‘kipas raksasa’ tersebut ditarik ke depan sehingga tubuh, kepala dan kakinya tersembunyi di balik bulu. Kemudian kipas itu digetarkan sehingga menimbulkan suara gemerisik.
Persebaran, Habitat, dan Konservasi. Burung kuau raja atau kuau besar (Argusianus argus) hidup tersebar di Indonesia (Sumatera dan Kalimantan), Thailand, Myanmar, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Habitat yang disukainya adalah hutan primer di dataran rendah hingga ketinggian 1.500 meter dpl.
Meskipun dalam status konservasi yang dikeluarkan oleh IUCN Redlist, burung kuau besar ‘hanya dianggap’ Near Threatened (hampir terancam punah) namun di Indonesia burung raksasa ini mulai jarang dijumpai. Burung kuau raja juga terdaftar sebagai CITESApendiks II. Dan di Indonesia, selain ditetapkan sebagai maskot (fauna identitas) provinsi Sumatera Barat, burung kuau raja pun termasuk burung yang dilindungi berdasarkan PP No. 7 Tahun 1999.
Ancaman terhadap kelestarian burung ini terutama disebabkan oleh rusaknya habitat akibat kerusakan hutan, kebakaran hutan, dan alih fungsi hutan. Selain itu perburuan yang dilakukan untuk mendapatkan daging dan bulu ataupun untuk diperdagangkan ikut menjadi ancaman bagi raksasa besar dengan seratus mata ini.

Senin, 29 September 2014

PENCEGAHAN KEPUNAHAN IKAN BELIDA. khas(Sumatera Selatan, Indonesia.)

Bismillah.
Sebenarnya artikel ini terinsperasi dari tugas sekolah dengan tujuan untuk mengenali organisme khas daerah karena menarik sayapun mencoba untuk memposting di blog dan semoga bermanfaat . 




Ada tiga macam burung beo dari Sumatera, yaitu beo Medan, beo Nias, dan beo Lampung. Beo Nias banyak dicar karena cepat jinak dan lebih gampang dilatih. Membeo berarti pandai menirukan perkataan orang lain tanpa mengerti maksudnya. Kepandaian itu juga dimiliki oleh burung tiung (Gracula religiosa), sehingga oleh masyarakat ia lebih dikenal dengan sebutan burung beo.

Beo terbesar dari pulau Nias
Burung beo sebenarnya tergolong satwa liar yang kelestariannya dilindungi undang-undang. Akan tetapi tak sedikit masyarakat yang memeliharanya sebagai burung kesayangan, karena pandainya menirukan kata-kata dan bunyi-bunyi makhluk lain.
Burung beo yang banyak dipelihara sebagai binatang kesayangan adalah yang berasal dari pulau Sumatera. Ada tiga macam beo berdasarkan daerah asalnya, yaitu beo Medan, beo Nias, dan beo Lampung. Beo Medan bukan berasal dari Medan, namun dari daerah Tapanuli, Sumatera Barat, Riau, dan Aceh. Medan merupakan tempat pengumpulan dan penampungan saja. Setelah tiba di Jawa, burung itu disebut burung beo Medan.
Beo Nias asli berasal dari Pulau Nias
Beo Medan dan beo Nias sepintas sulit dibedakan karena besarnya sama. Begitu pula warna bulunya yang hitam mengkilat dan bentuk paruhnya yang besar kekuning-kuningan. Cuping kedua beo itu menyatu di belakang kepala dan bentuknya menggelambir. Kalau beo Nias warna cuping kuduknya kuning muda, sebaliknya beo medan kuning tua. Suara beo Nias lebih keras bunyinya dibanding beo Medan.
Beo Lampung kecil ukurannya, kira-kira sebesar burung jalak. Warna bulunya kurang semarak, hitam agak kusam. Cuping telinganya juga menggelambir, tetapi kecil. Sifatnya binal, penjinakannya lama, kemampuannya menirukan bunyi-bunyian tidak begitu banyak, dan suaranya kecil.
Hasil tangkapan
Semua burung beo yang dijual orang tadinya merupakan hasil tangkapan dari alam, karena hanya sedikit peternak burung beo yang ada di Indonesia. Ada tiga macam bakalan burung beo yang dijual orang di pasar, yaitu bakalan berupa piyik, usia remaja, dan yang sudah terlatih. Membeli beo yang masih piyik besar resikonya. Merawatnya susah karena harus telaten menyuapinya. Ancaman kematiannya tinggi kalau lengah merawatnya. Tapi keuntungannya, ia cepat jinak dan lebih gampang dilatih, karena sudah kenal sejak kecil.
Membeli beo remaja yang belum terlatih bicara juga susah perawatannya, lebih-lebih kalau ia baru saja diperoleh dari hasil tangkapan di hutan. Proses penjinakan dan adaptasinya dengan lingkungan sekitar membutuhkan waktu lama. Begitu pula mengubah selera makannya, dari makanan yang terdapat di hutan dengan makanan baru yang terdapat di sekitar kita. Untuk melatihnya bicara, kita juga harus menunggunya sampai jinak dulu.
Paling aman adalah membeli bakalan yang sudah terlatih, walau ia baru bisa mengucapkan beberapa kata saja. Karena ia sudah jinak dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya. Kalau rajin dilatih dan baik pemeliharaannya, ia akan cepat menguasai perbendaharaan kata yang lebih banyak. Bakalan burung beo yang baik warna bulunya hitam mengkilat, bulu beludru di kepalanya tebal hitam dan tampak kontras dengan warna paruh dan cupingnya yang kekuningan. Harganyapun juga lebih mahal.

Burung beo yang sudah terlatih pandai menirukan bunyi-bunyian apa saja yang terdapat di sekitarnya. Ia juga bisa menirukan lolongan anjing, kokok ayam jantan, kicauan burung, klakson mobil, siulan, ucapan, dan nyanyian orang.


Burung nias khas sumatra Utara. Indonesia.

Bismillah.
Sebenarnya artikel ini terinsperasi dari tugas sekolah dengan tujuan untuk mengenali organisme khas daerah karena menarik sayapun mencoba untuk memposting di blog dan semoga bermanfaat . 




Ada tiga macam burung beo dari Sumatera, yaitu beo Medan, beo Nias, dan beo Lampung. Beo Nias banyak dicar karena cepat jinak dan lebih gampang dilatih. Membeo berarti pandai menirukan perkataan orang lain tanpa mengerti maksudnya. Kepandaian itu juga dimiliki oleh burung tiung (Gracula religiosa), sehingga oleh masyarakat ia lebih dikenal dengan sebutan burung beo.

Beo terbesar dari pulau Nias
Burung beo sebenarnya tergolong satwa liar yang kelestariannya dilindungi undang-undang. Akan tetapi tak sedikit masyarakat yang memeliharanya sebagai burung kesayangan, karena pandainya menirukan kata-kata dan bunyi-bunyi makhluk lain.
Burung beo yang banyak dipelihara sebagai binatang kesayangan adalah yang berasal dari pulau Sumatera. Ada tiga macam beo berdasarkan daerah asalnya, yaitu beo Medan, beo Nias, dan beo Lampung. Beo Medan bukan berasal dari Medan, namun dari daerah Tapanuli, Sumatera Barat, Riau, dan Aceh. Medan merupakan tempat pengumpulan dan penampungan saja. Setelah tiba di Jawa, burung itu disebut burung beo Medan.
Beo Nias asli berasal dari Pulau Nias
Beo Medan dan beo Nias sepintas sulit dibedakan karena besarnya sama. Begitu pula warna bulunya yang hitam mengkilat dan bentuk paruhnya yang besar kekuning-kuningan. Cuping kedua beo itu menyatu di belakang kepala dan bentuknya menggelambir. Kalau beo Nias warna cuping kuduknya kuning muda, sebaliknya beo medan kuning tua. Suara beo Nias lebih keras bunyinya dibanding beo Medan.
Beo Lampung kecil ukurannya, kira-kira sebesar burung jalak. Warna bulunya kurang semarak, hitam agak kusam. Cuping telinganya juga menggelambir, tetapi kecil. Sifatnya binal, penjinakannya lama, kemampuannya menirukan bunyi-bunyian tidak begitu banyak, dan suaranya kecil.

Hasil tangkapan.
Semua burung beo yang dijual orang tadinya merupakan hasil tangkapan dari alam, karena hanya sedikit peternak burung beo yang ada di Indonesia. Ada tiga macam bakalan burung beo yang dijual orang di pasar, yaitu bakalan berupa piyik, usia remaja, dan yang sudah terlatih. Membeli beo yang masih piyik besar resikonya. Merawatnya susah karena harus telaten menyuapinya. Ancaman kematiannya tinggi kalau lengah merawatnya. Tapi keuntungannya, ia cepat jinak dan lebih gampang dilatih, karena sudah kenal sejak kecil.
Membeli beo remaja yang belum terlatih bicara juga susah perawatannya, lebih-lebih kalau ia baru saja diperoleh dari hasil tangkapan di hutan. Proses penjinakan dan adaptasinya dengan lingkungan sekitar membutuhkan waktu lama. Begitu pula mengubah selera makannya, dari makanan yang terdapat di hutan dengan makanan baru yang terdapat di sekitar kita. Untuk melatihnya bicara, kita juga harus menunggunya sampai jinak dulu.
Paling aman adalah membeli bakalan yang sudah terlatih, walau ia baru bisa mengucapkan beberapa kata saja. Karena ia sudah jinak dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya. Kalau rajin dilatih dan baik pemeliharaannya, ia akan cepat menguasai perbendaharaan kata yang lebih banyak. Bakalan burung beo yang baik warna bulunya hitam mengkilat, bulu beludru di kepalanya tebal hitam dan tampak kontras dengan warna paruh dan cupingnya yang kekuningan. Harganyapun juga lebih mahal.
Burung beo yang sudah terlatih pandai menirukan bunyi-bunyian apa saja yang terdapat di sekitarnya. Ia juga bisa menirukan lolongan anjing, kokok ayam jantan, kicauan burung, klakson mobil, siulan, ucapan, dan nyanyian orang.


Burung. Ceumpala Kuneng''maskota Aceh.khas.(Daera Aceh indonesia

Bismillah.
Sebenarnya artikel ini terinsperasi dari tugas sekolah dengan tujuan untuk mengenali organisme khas daerah karena menarik sayapun mencoba untuk memposting di blog dan semoga bermanfaat . 


Ciri-Ciri Tubuh Burung Ceumpala Kuneng berukuran sedang, sekitar 21 cm, dan berekor panjang. Warna bulunya coklat keabuan tua mengkilap dengan ciri khas alis putih yang terbentuk di atas mata, serta paruh hitam ramping tajam. Sebagian dada dan perut sampai pangkal ekor dan punggung berwarna kuning kemerahan, sedangkan ujung ekornya berwarna hitam dengan pinggir putih pada bagian bawahnya. Burung betina lebih coklat serta tidak mempunyai alis putih. Burung remaja lebih coklat berbintik-bintik kuning merah karat. Iris coklat; paruh hitam; kaki hitam.






Cara Hidup

Burung ceumpala kuneng hidup dengan cara menghuni hutan di daerah pamah sampai ketinggian 900 meter di atas permukaan laut. Burung ini tidak hanya terdapat di Aceh,  tetapi juga dapat dijumpai di Sumatera umumnya, Kalimantan dan Semenanjung Malaya . Burung ini makan biji-bijian.



 Habitat

Hewan khas provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang dikenal sebagai burung cempala kuneng merupakan hewan asli yang mendiami Indonesia, Semenanjung Malaysia, Brunei Darussalam, dan Thailand. Di Indonesia Burung Ceumpala Kuneng  tersebar bukan hanya di Aceh saja namun dapat dijumpai hampir di seluruh pulau Sumatera dan Kalimantan . Habitat utama burung ini adalah kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). Habitat burung Ceumpala Kuneng meliputi hutan dataran rendah, daerah rawa gambut, hutan berdaun lebar dengan ketinggian di bawah 1.200 meter dpl.



 Berkembangbiak

Perkembangbiakkannya belum banyak diketahui. Pada bulan Februari dan April didapatkan anakan dari burung ini yang menandakan bahwa burung ini melahirkan tetapi banyak dugaan bahwa burung ceumpala kuneng bertelur tetapi di eram didalam tubuh sang induk sampai anaknya menetas dari telur dan baru di keluarkan dari tubuh sang induk .Cara berkembang biak seperti ini disebut Bertelur Melahirkan (Ovovivpar)


Perannya Dialam Dan Bagi Manusia

Banyak yang memanfaatkan burung cempala kuneng sebagai hewan peliharaan yang dijual belikan walau hal ini dapat menurunkan populasi spesies hewan ini sendiri . sayangkan keberadaannya karena banyak sekali masyarakat yang tidak mengenal apa itu Cempala Kuneng dan bagaimana rupanya, bahkan sekedar tahu namanya juga tidak, seperti di ungkapkan oleh Ijal mahasiswa teknik Universitas Syiah Kuala : “apa itu cempala kuneng ! saya tidak tahu, mungkin burung Camar atau apalah saya tidak tahu” ungkap mahasiswa yang lahir di Meulaboh ini ketika di tanyai. Cempala kuneng memang kalah tenar jika di bandingkan dengan flora identitas Aceh yaitu bungong jeumpa atau dengan fauna identitas provinsi lain. Kita seharusnya sebagai masyarakat Aceh yang telah memilih Cempala Kuneng menjadi fauna identitas daerah dapat mempopulerkan dan melestarikannya seperti halnya daerah lain .


Status Organisme

Jumlah populasi dan individu tidak diketahui dengan pasti. Namun disinyalir telah mengalami penurunan populasi yang sangat besar dan mulai menjadi hewan langka  di beberapa daerah. Penurunan populasi diakibatkan oleh tingkat kerusakan hutan yang tinggi di wilayah Sumatera dan Kalimantan serta adanya perburuan liar untuk diperjualbelikan sebagai burung peliharaan. Sayangnya, populasinya dari waktu ke waktu makin menipis, sehingga kini makin sulit ditemukan di habitat aslinya. IUCN Red List pun menetapkan statusnya sebagai Near Threatened/ NT (Hampir Terancam).



 Nama Daerah /Indonesia /Latin


Di daerah Aceh burung ini disebut dengan cicem ceumpala kuneng .Di Indonesia burung ini di sebut burung cempala kuning atau burung kucica ekor kuning atau rufous-tailed shama .Dan bahasa latin dari burung ceumpala kuneng ini adalah (Trichixos pyrropygus).